Network
GARUDA SPORT - Banyaknya pemain keturunan Indonesia yang perkuat timnas Indonesia membuat salah satu pemain lokal menyoroti pembinaan pemain muda Indonesia. Pemain yang dimaksud adalah bek Persib Bandung, Achmad Jufriyanto.
Bek yang pernah menjadi pemain abroad itu menyoroti kesalahan pembinaan dari kebanyakan Sekolah Sepak Bola (SSB).
"Seharusnya, SSB itu terheran-heran dengan Belanda yang bisa ciptakan pemain seperti Thom Haye, Ragnar Oratmangoen, hingga Sandy Walsh dengan iklim sepakbola mereka. Artinya, ada yang salah dalam pembinaan usia muda Indonesia," kata Achmad Jufriyanto.
"Kenapa kita tidak fokus? Kita sebenarnya bisa ciptakan pemain yang bagus, bahkan lebih bagus dari pemain keturunan Indonesia yang ada di Belanda. Jadi, jangan muncul mindset 'Bisakah pemain keturunan Indonesia itu berkompetisi dengan pemain yang ada di Indonesia?'" tutup mantan bek Kuala Lumpur FC itu.
Memang sejatinya bermain sepak bola itu tujuannya untuk menang, untuk meraih kemenangan butuh strategi atau permainan indah untuk menang. Permainan indah disini lebih ke akurasi umpan yang mencapai 80 persen tiap laga, bola tidak mudah direbut lawan, hingga tidak egois di lapangan.
Bermain sepak bola itu olahraga tim, bukan individu. Yang ditemui di Indonesia adalah pemain yang egois dan ingin mencari pamor di sepakbola. Kelakuan itu sering terjadi pada pemain di lini serang yang meningkatkan pamornya dengan mencetak gol.
Selagi mental pembinaan masih pada mindset 'yang penting menang', sepakbola Indonesia akan terus alami kemunduran. Perbedaan kata 'yang penting menang' akan berbeda dipahami oleh orang Indonesia dengan orang Indonesia yang lama di Eropa. Alih-alih egois, mereka akan melakukan berbagai strategi untuk memenangkan laga. ***
