Pataut Ditiru Shin Tae-yong, Begini Cara Son Heung-min Balas Dendam ke Jerman

25 April 2024, 09:57 WIB
Son Heung-min /

GARUDA SPORT - Pelatih timnas Indonesia U-23, Shin Tae-yong, dahulunya merupakan pealtih timnas Korea Selatan. Kala dirinya melatih timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 di Rusia, Korsel hanya meraih 1 laga menang dari 3 laga fase grup. Raihan itu membuat Korsel gagal lolos fase grup. 

Saat kembali ke Korea Selatan, timnas Korea Selatan yang disambut di Bandara Internasional Incheon, kota Incheon, Korea Selatan, beberapa fans sepak bola Korea Selatan melemparkan guling dan telur saat penyambutan timnas. Kala itu, fans tersebut melakukan hal itu karena bentuk kekecewaan mereka atas pencapaian negaranya. 

Hal itu membuat Shin Tae-yong mengundurkan diri sebagai pelatih timnas Korea Selatan. Kini, Shin Tae-yong yang melatih timnas Indonesia U-23 punya kesempatan untuk membalaskan dendam itu dengan mengalahkan negaranya pada perempatfinal Piala Asia U-23 2024. Dengan memenangkan laga itu, Shin Tae-yong bisa membuktikan bahwa dirinya patut mendapatkan apresiasi dan pecinta sepak bola Korea Selatan salah besar. 

Mengenai balas dendam yang terbaik, pemain Tottenham Hotspurs asal Korea Selatan, Son Heung-min, pernah melakukan balas dendam terbaiknya ke salah satu negara dengan kekuatan sepakbola yang bagus, yaitu Jerman. Apa yang dialami Son Heung-min di Jerman? Bagaimana cara membalasnya? 

Kala awal Son Heung-min mengawali kariernya sebagai pemain sepakbola profesional, ia berkarier di tim asal Jerman, Hamburger SV. Meski sempat mengenal sepakbola Korea Selatan pada saat SD, Son Heung-min harus pindah ke Jerman pada 2008. Ia merupakan salah satu pemain sepakbola yang dipilih untuk ikut kerjasama antara Korea Selatan - Jerman untuk pengembangan pemain muda. 

Karena masih terlalu muda, Son Heung-min memulai kariernya di akademi Hamburger SV. Karena bakatnya yang belum matang, tim itu tidak bisa memberi jaminan jika Son Heung-min tidak menjadi pemain bintang di masa depan. Oleh karenanya, pria Korsel itu harus memberikan hasil yang terbaik saat pengembangan diri bersama tim muda Hamburg. 

Bergabungnya dengan tim yang berbasis di kota Hamburg itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi Son Heung-min. Pasalnya, hanya sedikit pemain Korea Selatan yang punya kesempatan untuk berkarier di Eropa. Dengan begitu, Son tidak ingin menyia-nyiakan peluang ini dengan meningkatkan kemampuan dan memperbaiki posturnya. 

Mendapatkan kesempatan untuk berkarier di Jerman membuat hal yang tidak mudah bagi pemain yang berusia 31 tahun itu. Dengan dirinya yang berasal dari Korea Selatan, ia diremehkan oleh masyarakat Jerman kala itu. Kala itu, kekuatan sepakbola dari negara Asia mssih dianggap sepele. 

Ditambah dengan dirinya yang merupakan etnis Korea, tidak mengherankan jika dirinya mendapat perlakuan rasilis masyarakat Jerman. Hal itu sangat tidak terbayangkan oleh dirinya yang kala itu masih belia. Di Jerman kala itu, etnis Asia seperti Korea, Jepang, dan China kerap mendapat perlakuan rasialis di Jerman karena minoritas. 

Awalnya, mantan pemain Bayer Leverkusen itu tidak mendengarkan hinaan rasis itu. Namun lamban laun, hinaan rasis itu semakin menjadi. Apalagi saat dirinya gagal memberikan performa terbaiknya kala itu. Sempat ingin kembali ke Korsel, namun dirinya legowo dan anggap itu adalah motivasi untuk lebih baik kedepannya. 

Son kala itu hanya berfokus agar dirinya bisa menyamai pencapaian terdahulunya,  Park Ji-sung. Pada akhirnya, Son Heung-min menandatangani kontrak profesional bersama Hamburger SV saat dirinya berulang tahun ke-18. Meski ia diam dan tidak mendengarkan hinaan rasis dari masyarakat Jerman, namun ia sebenarnya ingin memberikan pelajaran untuk masyarakat Jerman. 

Niat itu memang telah direncanakan oleh Son Heung-min. Kala dirinya diwawancara oleh The Independent, Son mengungkapkan dirinya yang menjadi korban rasis di Jerman dan akan membalasnya suatu saat nanti.

Jangankan hal yang dialami oleh Son Heung-min, hal yang dialami Shin Tae-yong yang dilempar telur saat sambutan timnas Korea Selatan pasca Piala Dunia 2018 dapat menjadi bahan bakar untuk menjadi lebih baik. 

Dengan rasa sakit hati yang dipendam selama bertahun-tahun, kapten timnas Korea Selatan itu terus meningkatkan performanya. Pada musim 2012/13, Son Heung-min berada di puncak kariernya bersama Hamburg. Dalam 33 laga Bundesliga musim 2012/13, ia berhasil mencetak 12 gol dan 2 assist. 

Melihat performanya seperti itu, banyak tim besar Bundesliga terkejut dengan performanya. Berkat performanya itu, Son Heung-min pindah ke tim Bayer Leverkusen pada musim panas 2013. Itu membuat dirinya selangkah lebih dekat menjadi pemain top Eropa. 

Walau begitu, perkataan rasialis masih saja terjadi karena dirinya merupakan etnis Korea yang merupakan minoritas di Jerman. Meski dirinya bodo amat dengan ucapan rasis para suporter, ia tetap menyimpan perbuatan itu untuk dibalas pada suatu saat nanti. 

Meski ada suporter dan fans yang memujinya, Son terus berlatih bersama Bayer Leverkusen. Seiring bertambahnya waktu, Son akhirnya menjadi andalan Bayer Leverkusen. Di musim perdananya, ia berhasil sumbangkan 2 digit gol untuk tim itu. 

Bahkan, Son berhasil mencetak hattrick perdananya sepanjang kariernya. Yang menarik adalah dirinya mencetak hattrick ke gawang mantan tim yang membinanya, Hamburger SV di pekan ke-12. Di musim keduanya, kontribusinya berhasil membawa Bayer Leverkusen berlaga di UEFA Champions League musim 2015/16. 

Secara total, ia berhasil mencetak 17 gol bersama Bayer Leverkusen sebelum pada akhirnya pindah ke Tottenham Hotspurs pada musim panas 2015. Dengan pindah ke Inggris yang multikultural, rasisme di Inggris tidak sebrutal di Jerman. Walau masih ada yang rasis, Son sudah lebih dewasa dan bijak dalam menghadapinya. 

Dengan kemampuan kecepatan, teknik, olah bola yang sudah matang, itu membuatnya mengambil hati pecinta sepak bola Inggris. Bahkan di musim keduanya, ia berhasil mencetak 21 gol dan 9 assist di semua ajang. Di Spurs, ia membangun koneksi dengan penyerang yang kini bermain untuk Bayern Munich,Harry Kane. 

Keduanya silih berganti untuk berkontribusi dalam gol ke gawang lawan. Kala itu, keduanya menjadi salah satu duet yang mematikan di Premier League. Kesuksesannya dibanding-bandingkan dengan kesuksesan Park Ji-sung saat bermain bersama Manchester United. 

Bahagia bersama Tottenham Hotspurs menbuat Son tidak melupakan perlakuan rasis fans dan suporter Jerman. Ia tetap menunggu momen yang tepat untuk membalaskan dendamnya. Pada akhirnya, namanya disebutkan di urutan pertama pelatih timnas Korea Selatan kala itu, Shin Tae-yong untuk skuad Korea Selatan di Piala Dunia 2018. 

Son senang bukan kepalang karena ini merupakan Piala Dunia keduanya bersama timnas Korea Selatan sekaligus bertemu Jerman di fase grup. Sebagai informasi, grup F Piala Dunia 2018 diisi oleh Swedia, Meksiko, Korea Selatan, dan Jerman. Ini merupakan kesempatan emas untuk balas dendam perilaku rasis orang Jerman kepadanya. 

Meski timnas Jerman diunggulkan sebagai kandidat juara Piala Dunia 2018, namun nyatanya mereka gagal di fase grup Piala Dunia 2018. Timnas Jerman perpanajng kutukan bahwa juara Piala Dunia edisi sebelumnya akan kesulitan di fase grup Piala Dunia edisi berikutnya. Dalam 2 laga fase grup, Jerman kalah 1-0 atas Meksiko dan menang 2-1 atas Swedia. 

Di sisi Son Heung-min, ia ingin memberikan kemenangan saat Korea Selatan melawan Jerman di Piala Dunia 2018 walau negaranya gagal lolos fase grup. Sebagai informasi, Korea Selatan gagal lolos fase grup karena kalah 0-1 atas Swedia dan 1-2 atas Meksiko. Meski begitu, Son yang sudah dendam dengan orang Jerman yang rasis kepadanya ingin mencapai suatu miai yang bisa membayarkan dendamnya, yaitu gagalkan Jerman lolos fase grup Piala Dunia 2018. 

Sebenarnya, Jerman bisa saja lolos fase grup apabila bisa membantai Korea Selatan dengan skor yang besar. Namun hal itu tidak dibiarkan oleh Son Heung-min. Kazan Arena adalah stadion yang menjadi pembantaian Korea Selatan atas Jerman. 

Walau dalam laga itu Korea Selatan diserang habis-habisan oleh Jerman, timnas Korea Selatan yang berlaga tetap sigap dan tak biarkan gawangnya kebobolan. Mendekati penghujung laga, Kim Young-gwon berhasil mencetak gol pertama untuk keunggulan Korea Selatan. Hal itu membuat Joachim Loew, pelatih timnas Jerman, ketar-ketir. 

Kebobolan 1 gol, timnas Jerman bermain menyerang hingga membuat garis pertahanan menjadi semakin maju kedepan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Son Heung-min, apalagi kiper timnas Jerman kala itu, Manuel Neuer, maju ikut membantu penyerangan. Kala bola tidak dikuasai dengan baik oleh Neuer, bola direbut oleh Ju Se-jong. 

Bola yang dibuang ke pertahanan Jerman itu mampu dikejar oleh Son Heung-min dan menghasilkan gol kedua bagi Korea Selatan. Pasca laga itu, Son mengungkapkan bahwa balas dendam akibat perlakuan rasis dari masyarakat Jerman telah dibayar tuntas. Hal itu diungkapkannya kepada The Independent pasca laga itu. 

Hal yang dilakukan oleh Son Heung-min dpaat menjadi motivasi bagi kita yang ingin membalas dendam dengan cara yang positif. Bersama timnas Indonesia U-23, Shin Tae-yong punya kesempatan untuk balas dendam ke masyarakat di negaranya. Jika berhasil menang, Shin Tae-yong berhasil membuktikan dirinya bahwa ia layak diapresiasi masyarakat Korea Selatan. ***

Editor: Arief Farizham

Sumber: Youtube Starting Eleven Nostalgia

Tags

Terkini

Terpopuler